POLEMIK
KENAIKAN HARGA
BBM
Rencana Pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), seperti peribahasa “bagaikan memakan buah si
malakam”. Begitulah di satu sisi pemerintah harus menaikan harga BBM dengan
alasan untuk mengurangi beban biaya subsidi BBM premium yang membengkak serta
menyesuaikan harga minyak dunia yang terus menaik, akan tetapi di lain sisi
rakyat yang akan langsung menderita dampak dari domino atas kebijakan
pemerintah ini. Tak biasa dibayangkan jika nanti pada saatnya harga BBM telah
naik, maka rakyat yang sebelumnya berjuang atas biaya hidup telah mahal akan
kembali harus mengencangkan ikat pinggangnya dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Memang dalam keputusan mengambil kebijakan ini jauh-jauh pemerintah telah
menyiapkan beberapa opsi, tetapi sepertinya keputusan untuk menaikan harga BBM
premium menjadi Rp. 6000 adalah keputusan yang akan diambil. Oleh karena itu
pemerintah telah menjelaskan akan mengantisipasi beberapa masalah yang akan
timbul khususnya di masyarakat miskin dengan cara memberikan Bantuan Langsung
Sementara, atau dulu biasa disebut BLT (Bantuan Langsung Tunai).
Oleh karena itu Unjuk Rasa untuk menolak
kenaikan harga BBM pun telah mulai banyak dikumandangkan, sebagai suatu respon
atas kekhawatirannya masyarakat terhadap pemerintah yang tidak dapat mengatasi
berbagai permasalahan yang nanti akan timbul atau pun janjinya yang tak
berjalan efektif dalam memberikan Bantuan Langsung Sementara. Sebagai contoh di
Jakarta telah diberitakan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(KSPSI) mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran jika pemerintah
tetap keukeuh menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada April mendatang. Seperti yang kita ingat mengenai Upah Minimum Region (UMR) para buruh
belum lama ini, sempat ada euforia di kalangan buruh pasca ada
perubahan UMR. Tapi kini,
pekerja kalangan bawah akan kembali meringis karena semua harga kebutuhan
diprediksi akan naik mengikuti harga bahan bakar. Percuma
ada kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) jika nyatanya bahan bakar juga ikut
naik. Kenaikan UMK tidak akan sebanding lagi dengan tingginya harga bahan
bakar.
Dengan kenaikan harga BBM, yang diperkirakan
antara Rp 1.000 hingga 1500,- akan berdampak pada tingginya inflasi, dan
ketidak pastian struktur harga pasar. Akibatnya
akan menurunkan pendapatan perkapita masyarakat, khususnya dari masyarakat
marjinal, seperti, buruh, tani, nelayan, dan pelaku ekonomi sektor informal. Pada sektor industri, biaya produksi yang
tinggi akan memungkinkan industri tidak berkembang dengan baik dan akan
berdampak pada PHK buruh, yang dampak selanjutnya adalah bertambahnya
pengangguran, dan meningkatnya aksi kerawanan sosial yang hasil akhirnya juga
adalah terganggunya stabilitas pemerintahan dan keamanan negara, yang tentunya
merugikan pemerintah itu sendiri.
Menurut para pengamat kenaikan BBM akan memicu kenaikan harga barang
berkisar tiga hingga lima persen, ditambah kenaikan tarif angkutan umum sebesar
35 persen, sehingga akan mempengaruhi pengeluaran masyarakat untuk makanan dan transportasi. Jika Pemerintah tetap menaikan harga BBM,
ditambah lagi dengan kenaikan tarif dasar listrik, sebesar 10 persen beberapa
pekan ke depan, maka dapat dipastikan
langkah Pemerintah itu, akan mematikan kaum buruh, tani, nelayan, pelaku ekonomi sektor informal dan hal buruk pun akan terjadi di negeri ini yang
mana akan melahirkan kemiskinan permanen di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar