BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Selasa, 17 April 2012

MAHALNYA BIAYA PILKADA


MAHALNYA BIAYA PILKADA

 
            Mahalnya HARGA sebuah Demokrasi di Indonesia, itulah yang bisa dialami oleh para calon pemimpin di Indonesia maupun daerah jika ingin mengajukan dirinya dalam calon pemilihan kepala daerah di Indonesia. Para elite politik sepertinya ketakutan jika calon kepala daerah berasal dari kelompok lain selain dari birokrasi seperti pengusaha. Dengan melakukan bermacam dialog baik di media cetak maupun elektronik yang beralasan kepala daerah harus dari orang yang telah berpengalaman di birokrasi. Padahal pelaksanaan pilkada langsung yang dimulai sejak diberlakukannya UU Otonomi Daerah memang merupakan amanat dari gerakan reformasi yang menghendaki perubahan total dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Realisasi dari salah satu tuntutan itu adalah Amandemen UUD 1945,  yang salah satu implikasinya setiap pejabat publik  (dalam hal ini kepala daerah) mesti dipilih secara langsung. Tujuan idealnya adalah setiap orang berhak memilih dan dipilih, tidak seperti masa Orde Baru, hanya mereka yang dekat dengan kekuasaan (utamanya militer dan Golkar) yang bisa menjadi kepala daerah, yang mekanisme pemilihannya dilakukan melalui DPRD. Dari sisi demokrasi, perubahan ini luar biasa. Bahkan Indonesia memasuki fase baru dalam perkembangan demokrasi.   Seluruh elemen rakyat bisa ikut ambil bagian dalam proses demokrasi langsung ini. Tetapi  dari sisi biaya, ongkos demokrasi itu boleh dibilang sangat tinggi. Muncul perdebatan soal dana demokrasi ini, tapi arus besar menginginkan sistem pemilihan langsung tetap dilaksanakan.  Bahwa biaya untuk penyelenggaraan itu sangat tinggi, merupakan konsekuensi dari pilihan menempatkan demokrasi sebagai pilar kemajuan bangsa.
            Akan tetapi kenyataannya setiap diadakan pemilu daerah berlangsung, selalu timbul masalah classic. Mahalnya biaya anggaran pada saat pencalonan maupun pelaksanaan dapat menghambat kesuksesannya dari jalannya pesta demokrasi di Indonesia. Sehingga menyebabkan suatu beban tersendiri dalam mencalonkan suatu bakal calon pemimpin yang ingin ikut bergabung dalam setiap pemilihan kepala daerah. Ini tentunya dapat menyebabkan berbagai usaha baik secara halal maupun haram(meengabaikan hal yang dilarang) dalam menyukseskan suatu calon untuk dapat maju menjadi salah satu kandidat yang akan dipilih pada pemilu. Selain itu, logikanya jikalah suatu calon kandidat telah mengorbankan seluruh hartanya dalam pemilu dan ternyata dia terpilih dan menang dalam pemilu. Maka hal yang tak diragukan lagi akan terjadi, yaitu dimana mereka yang terpilih akan berusaha secepat mungkin dalam mencari dana untuk menutup kerugian yang telah mereka habiskan selama berlangsungnya kampanye dan pemilu. Dampak seperti inilah yang sering kita dengar dan tonton, bahwa banyak kepala / pemimpin daerah diperiksa oleh KPK dan tak banyak dari mereka menjadi tersangka korupsi, lalu berusaha kabur ke luar kota bahkan luar negeri. Dalam hal ini pemerintah pusat harus lebih serius dalam memeriksa ulang ke efektifan dalam sistem pemilu yang biasa dipakai saat ini maupun harus dapat membuat peraturan hukum ataupun larangan yang efeknya dampak membuat jera dan melihat dampak langsung dari kerugian tersebut. Agar pada saat pesta demokrasi diadakan yaitu pemilu dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin yang bertanggung jawab, amanah dan dapat membuat perubahan untuk Indonesia yang lebih baik.

0 komentar: